Tentang Rasa

Pada akhirnya harus menyerah lagi sebelum berjuang. Tak ada yang perlu disesali. Ketegaran yang sudah dibangun bertahun-tahun seketika hancur untuk waktu tiga bulan yang kita lewati bersama. Terlalu percaya diri dan terlena pada kemampuan hati yang katanya sudah kuat menghadapi apapun. Dan ternyata hati yang saya punya masih juga rapuh.

Bohong kalau saya tidak sakit. Bohong kalau saya tidak kecewa. Terlalu sombong jika saya tak mengakuinya. Sembilan tahun yang sia-sia itu menyeruak kembali di ingatan. Sembilan tahun yang kamu tinggalkan begitu saja demi baktimu pada mereka.

Well…..life must go on. Sejak kepergianmu, kembali menata hati. Hanya sebentar membiarkan hati menikmati rasa sakit. Mencoba keluar dari rasa sakit dengan mencoba hal-hal baru. Menemukan teman-teman baru dan hobi baru. Inilah yang membuat saya berdewasa, saya lantas menjadi seorang yang begitu tegar dan selalu optimis untuk masa depan.

Kemudian kamu datang kembali mengusik hari- hari yang kujalani. Dan bodohnya, saya terbawa permainannya. Tanpa pernah mengingat luka yang pernah ada. Perempuan itu memang aneh. Seketika saya tersadar dengan kesalahan yang kubuat. Sebuah pertanyaan muncul di benak. Apa yang saya cari darinya? Tidak ada! Tidak ada sedikit pun alasan untuk memilihnya. Apalagi untuk memperjuangkannya. Dia masih belum berubah. Dia masih arogan dan tak pernah mau mengakui rasa yang dia punya.

Saya tahu jalan apa yang akan saya hadapi nantinya jika ngotot mempertahankannya. Hidupku terlalu berharga untuk disia-siakan olehmu.

Tidak ada yang sempurna. Pun saya juga tidak mengejar kesempurnaan. Saya butuh seseorang yang memberi rasa nyaman dan menjadikanku satu-satunya di hatinya. Sederhana! Tapi apa? Setiap hari selalu saja ada kejutan-kejutan dan semakin memperjelas siapa dirimu. Dan sudah cukup menjadikannya alasan untuk perlahan mundur dan menarik diri dari kehidupanmu.

Saya terlalu percaya diri bisa mengubahmu. Berharap bisa menjadikanmu lelaki yang lebih bisa menghargai perasaan perempuan. Doa demi doa selalu kumunajatkan. Di setiap sujudku selalu terselip namamu. Hanya meminta semua yang terbaik untuk dirimu sebelum semuanya terlambat. Hanya itu. Tak lebih!

Saya tidak pernah punya keberanian untuk berhayal yang indah-indah. Pun itu tentang cerita masa depan. Karna saya tahu, hanya keajaiban yang bisa mewujudkannya.

Terlalu naif? Mungkin. Bodoh? Mungkin. Atau mau dibilang romantis? Entah! Argh semesta…..hidup ini memang sedemikian lucunya.

Kesalahan terbesar adalah ketika saya terlalu mengumbar rasa yang kupunya sehingga membuatnya merasa di atas angin.

Apakah kali ini harus berlalu lagi tanpa kata dan tanpa ucapan selamat tinggal?

 

Leave a comment